Kepemilikan Sumberdaya Alam Indonesia

Kita sering mendengar bahwa dasar pengelolaan sumberdaya alam Indonesia adalah pasal 33 ayat 3 UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Pasal ini penuh dengan pertanyaan akan maksud filosofis yang terkandung di dalamnya. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa negaralah yang berkuasa atas sumberdaya alam. Akan tetapi siapa sebenarnya pemilik sumberdaya alam di Indonesia?

Secara umum, jenis hak kepemilikan (property right) dapat dibagi empat kategori (Feeny et al, 1990; Lynch & Harwell 2002). Hak kepemilikan yang pertama adalah akses terbuka (open access) yang berarti tidak ada hak pemilikan atas sumberdaya. Sumberdaya bebas dan terbuka diakses oleh siapapun. Konsep kedua akan hak kepemilikan, adalah milik individual (private property) yang berarti bahwa sumberdaya bukan milik negara, melainkan dimiliki oleh organisasi atau individu. Ada aturan yang mengatur hak-hak pemilik dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik sumberdaya tersebut. Hak kepemilikan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain yang ditunjuk langsung. Konsep ketiga adalah milik kelompok masyarakat (common property) yang berarti bahwa sumberdaya dikuasai oleh sekelompok masyarakat, dimana para anggota memiliki kepentingan untuk kelestarian pemanfaatan. Pihak luar bukan anggota tidak boleh memanfaatkan. Hak kepemilikan tidak bersifat ekslusif, dapat dipindah-tangankan sepanjang sesuai aturan yang disepakati bersama. Aturan pemanfaatan mengikat seluruh anggota kelompok di dalamnya. Yang keempat adalah milik negara (state property) yang berarti hak pemanfaatan sumberdaya alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan seluruh hal terkait akses, tingkat, dan sifat eksploitasi sumberdaya alam.

Di Indonesia, muncul dua teori kepemilikan sumberdaya alam yang cenderung berkembang, ada yang berpendapat bahwa sumberdaya alam itu, tidak ada pemiliknya (Terra Incognita) atau dengan kata lain langsung dimiliki oleh Tuhan YME dan ada yang berpendapat, pemilik sumberdaya alam di Indonesia adalah rakyat yang kemudian dikuasakan pada negara. Pendapat Terra Incognita, sangat dekat pengertiannya dengan open access dalam kategori hak kepemilikan. Dalam pendapat ini sumberdaya alam Indonesia bebas dan terbuka untuk diakses oleh siapapun. Hal ini tentunya akan menimbulkan efek ketidakteraturan dan perebutan sumberdaya alam tersebut. Oleh karena itu, negara hadir sebagai penguasa dari sumberdaya alam untuk menghindari perebutan dan menciptakan keteraturan atas penggunaan sumberdaya alam. Namun, hal yang perlu dicatat dalam pendapat ini, yaitu negara bukanlah sebagai pemilik, melainkan penguasa sumberdaya alam Indonesia. Adapun pendapat yang mendukung rakyat, sebagai pemilik sumberdaya alam, menggunakan konsep kedaulatan rakyat yang dimandatkan pada negara atau dengan kata lain rakyat, sebagai subjek kepemilikan yang kemudian memberikan mandat penguasaan pada negara dan akhirnya rakyat kembali menjadi objek kemakmuran atas penggunaan sumberdaya alam tersebut.

Namun demikian, satu hal yang pasti bahwa tidak ada satupun dokumen sejarah negara ini yang menyebutkan secara tegas, siapa sebenarnya pemilik sumberdaya alam. Founding Fathers kita tidak mau terjebak pada masalah, siapa yang menjadi pemilik sumberdaya alam yang akhirnya diaturlah bahwa negaralah yang menjadi penguasa sumberdaya alam. Suatu hal yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana negara bisa melaksanakan penguasaan sumberdaya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.